Mataram NTB - Sekretaris Daerah, HL Gita Ariady menegaskan upaya melakukan Addendum atau perjanjian ulang terkait kontrak produksi PT Gili Trawangan Indah di lahan milik Pemprov seluas 75 Ha di Gili Trawangan sudah tepat.
"Kita ingin memperbaiki pengelolaan aset kita disana karena PT GTI masih memiliki hak mengelola sampai dengan 2026. Kalau hal ini dibawa ke pengadilan akan berlarut larut dan status lahan akan status quo", jelasnya saat menghadiri diskusi publik daring tentang permasalahan Addendum PT GTI dan Pemprov NTB yang digelar Sirra Prayuna Syandicate Rabu (14/7)
Ditambahkannya, jikapun PT GTI dinilai melakukan tindakan wanprestasi atas kewajibannya mengelola lahan maka hal itu harus didasarkan pada putusan pengadilan. Oleh sebab itu, Pemprov mengambil langkah dengan melakukan konsultasi ke banyak pihak diantaranya Kemendagri, BPK, KPK dan lain lain untuk melakukan langkah tepat sesuai aturan hukum yang berlaku dan melihat aspek lain diluar hukum termasuk keberadaan masyarakat yang menempati sebagian lahan yang dikelola PT GTI.
Adapun terkait Addendum, Pemprov baru dalam tahap melakukan pemetaan dan inventarisasi serta mengumpulkan data terkait keberadaan PT GTI selama 25 tahun ini dan keberadaan masyarakat yang melakukan usaha di sebagian lahan tersebut.
"Yang pasti masyarakat, PT GTI dan pemerintah provinsi sebagai pemilik aset tidak boleh dirugikan", tambah Sekda.
Oleh karena itu, langkah yang saat ini sedang bergulir akan menjadi rancangan pokok pokok dalam surat keputusan (SK) Addendum yang dapat diterima oleh semua pihak.
Miq Gita mengatakan pula Adendum itu, semangatnya ingin membuat kolaborasi yang baik antara Pemprov berupa peningkatan nilai sewa lahan yang signifikan dari penerimaan saat ini sebesar 22, 5 juta pertahun.
Miq Gite menegaskan pilihan adendum yang diambil Pemprov NTB sesuai dengan hasil formula yang direkomendasikan Jaksa Pengacara Negara (JPN) Kejati NTB yang ditunjuk Pemprov selaku kuasa hukum Pemda.
Baca juga:
Kodim 1620/Loteng Siap Amankan Lebaran Topat
|
Meski demikian, adendum kontrak kerja sama tersebut memiliki syarat. Yakni harus ada jaminan PT GTI kepada JPN Kejati NTB dan Pemprov NTB, bahwa mereka punya modal untuk diinventasikan di Gili Trawangan.
Miq Gite menyebutkan Addendum yang dipilih berjalan dengan tahapan yang sudah dilakukan. Di antaranya, Pemprov melalui Kejati NTB telah melakukan berbagai konfirmasi dan validasi pada semua obyek di atas areal PT GTI. Hasil validasi tersebut menunjukkan bahwa investor tidak bisa bekerja di lahan tersebut, karena masyarakat sudah lama menempati lahan itu.
“Tapi, kami ingin masyarakat tidak dirugikan dengan memedomani ketentuan hukum yang berlaku. Salah satunya, putusan Mendagri tanggal 4 Juni tahun 1997 sebagai konstruksi Hukum untuk bisa mereduksi klausul perjanjian yang bisa dilakukan oleh pemerintah daerah, ” tandas Sekda.(Adbravo)